BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Demokrasi
saat ini merupakan kata yang sering dihubungkan dengan bagaimana menempatkan
rakyat atau melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan ataupun kebijakan
yang dilakukan oleh Penguasa yang dalam kenegaraan disebut sebagai Pemerintah. Samuel Huntington, mendefinisikan demokrasi,
sebagai suatu bentukpemerintahan, berdasarkan sumber wewenang bagipemerintah,
tujuan yang dilayani oleh pemerintah, danprosedur untuk membentuk pemerintahan.[1]
SementaraJoseph Schumpeter mengemukakan apa yang dinamakansebagai teori lain
mengenai demokrasi, yaitu prosedurkelembagaan untuk memperoleh keputusan
politik yang didalamnya individu memperoleh kekuasaan untuk membuatkeputusan
melalui perjuangan kompetitif dalam rangkamemperoleh suara rakyat.[2]
Ada dua pendekatan terhadap demokrasi: pendekatan
normatif dan pendekatan empirik.[3]
Pendekatan normatif, menekankan pada ide dasar dari demokrasi yaitu kedaulatan
ada di tangan rakyat dan oleh karenanya pemerintahan diselenggarakan dari,
oleh, dan untuk rakyat. Dalam perkembangannya, ide kedaulatan rakyat secara
utuh sulit diterapkan selain beragam dan seringkali saling bertentangan, rakyat
juga sulit dihimpun untuk penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Lalu muncul
ide demokrasi yang melalui lembaga perwakilan. Sedangkan pendekatan empirik
menekankan pada praktek demokrasi dalam kehidupan politik sebagai rangkaian
prosedur yang mengatur rakyat untuk memilih, hingga meminta pertanggungjawaban
wakilnya di lembaga perwakilan. Teori normatif[4],
juga berkenaan dengan demokrasi sebagai tujuan (bagaimana demokrasi
seharusnya), sementara teori empiris berkenaan dengan sistem politik yang ada
(deskripsi tentang apa demokrasi itu sekarang).
Hak
untuk mengemukakan pendapat merupakan salah satu hak seseorang yang dilindungi
dalam Negara Demokrasi. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia meletakan
hak ini dalam Pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang”[5].
Pelaksanaan hak tersebut dalam kaitannya dengan demokrasi adalah dengan
hadirnya partai politik dan pemilihan umum. Perkembangan saat ini bahkan untuk
pemilihan kepala daerah dimungkinkan untuk mencalonkan diri tanpa melalui
partai politik.
Pelaksanaan pemilu merupakan hal
yang lazim dilakukan oleh negara negara demokrasi, karena pemilihan umum
merupakan salah satu cara rakyat berperan serta dalam proses pemerintahan di
suatu negara. Namun, pelaksanaan Pemilu tidak dapat dipisahkan juga dengan
proses politik disuatu negara. Bentuk negara, pemerintahan dan wilayah menjadi
hal yang mempengaruhi pelaksanaan pemilu disuatu negara. Pelaksanaan Pemilu di
Indonesia sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955 hingga saat ini jika
dibandingkan antara satu pemilu dengan pemilu lainnya memiliki dinamika yang
berbeda. Perbedaan tersebut diantaranya adalah penyelenggara Pemilu dan peserta
Pemilu yang berpartisipasi dalam Pemilu tersebut. Perbedaan-perbedaan tersebut
tentunya didasari oleh berubahnya peraturan perundang undangan yang mengatur
tentang pemilu. Perubahan pengaturan pemilu tersebut tidak lepas dari peran
pembentuk Undang Undang yang menyesuaikan pemilu dengan kondisi politik yang
ada pada saat pembentukan Undang Undang tersebut. Dalam makalah ini penulis
ingin mengaitkan antara politik yang ada
pada saat pembuatan peraturan perundang-undangan pemilu dengan pelaksanaan
pemilu dimasa itu dilihat dari teori politik hukum.
1.2
Rumusan
Masalah
Bagaimana
hubungan antara politik pada saat pembentukan peraturan perundang undangan
dengan pelaksanaan pemilunya pada Tahun 1955.
1.3
Tujuan
Mengetahui
bagaimana hubungan antara kondisi politik dengan pelaksanaan Pemilu Tahun 1955..
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Situasi
dan Kondisi Indonesia Pasca Kemerdekaan hingga Pelaksanaan Pemilihan Umum
Sejak Indonesia merdeka pada tanggal
17 Agustus 1945, pemilihan pertama terjadi pada tahun 1955. Terpaut 10
(sepuluh) tahun setelah merdeka barulah kemudian dilaksanakan Pemilu di
Indonesia. Alasan Pemilu tidak dilaksanakan pada Tahun 1945 diantaranya adalah
belum siapnya payung hukum secara tertulis terkait dengan Undang Undang yang
mengatur mekanisme pemilihan umum. Kedua adalah stabilitas nasional belum terjamin.[6] Alasan tersebut cukup kuat
karena Indonesia pada awal kemerdekaan menghadapi tantangan dalam mempertahkan
kemerdekaanya. Tantangan tersebut muncul baik dari dalam dan luar negeri.
Tantangan dari luar negeri adalah masih bersikerasnya Belanda yang mengakui
Indonesia adalah bagian dari Hindia Belanda. Sedangkan tantangan dari dalam
negeri adalah belum terciptanya stabilitas politik dalam negeri di Indonesia.
Belum terciptanya stabilitas negara
diantaranya disebabkan oleh beberapa peristiwa di Indonesia pasca proklamasi:
1. masih
terjadi beberapa pertempuran antara Indonesia dengan pasukan, Belanda, sekutu atau
NICA. Beberapa peristiwa tersebut diantaranya: peristiwa 10 November di
Surabaya, Palagan Ambarawa didaerah Semarang, Bandung Lautan Api, Pertempuran
Medan Area, Pertempuran Margarana, Persangan Umum 1 Maret 1949, Pertempuran
Lima Hari di Semarang, Peristiwa Westerling, Proklamasi Negara Pasundan, Agresi
Militer I dan II, serangan umum 1 Maret 1949, serangan umum Surakarta.[7]
2. Adanya
Perubahan sistem pemerintahan dari Presidensial menjadi Parlementer pada
tanggal 14 November 1945 dengan dilantiknya Sutan Sjahrir sebagai Perdana
Menteri pertama di Indonesia yang menjabat sampai dengan 20 Juni 1947.[8]
3. Dilakukannya
Pemindahan Ibukota dari Jakarta (Batavia) ke Yogyakarta pada akhir Tahun 1945
karena semakin memburuknya situasi keamanan di Jakarta. Hal ini diperparah
dengan adanya saling serang antara kelompok Pro-Kemerdekaan dan kelompok
pro-Belanda.
4. Hasil
perundingan dalam rangka penegakan kedaulatan Republik Indonesia di luar negeri
oleh beberapa pihak dianggap sebagai suatu kegagalan. Sebagai contoh adalah
perundingan Linggar Jati yang dianggap merugikan Republik Indonesia. Hal ini juga menjadi penyebab
peristiwa penculikan Sutan Sjahrir oleh kelompok Oposisi Persatuan Perjuangan.
5. Munculnya
beberapa aksi bersenjata oleh Warga Negara Indonesia dalam menentang
pemerintah aksi itu diantaranya adalah.
Pemberontakan PKI Madiun Tahun pada September 1948, DI TII pada Agustus 1949, Januari 1950,
Pemberontakan Andi Azis , Gerakan DI/TII, SM Kartosuwiryo, pemberontakan Kahar
Muzakar, pemberontakan Ibnu Hajar, pemberontakan APRA, pemberontakan Republik
Maluku Selatan, pemberontakan PRRI/Permesta. [9]
6. Jatuhnya
Ibukota Negara pada Agresi Militer II,
dan penangkapan terhadap Soekarno, Mohammad Hatta dan Sjahrir[10] dan pembentukan Pemerinta
Darurat Republik Indonesia yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara yang
pada saat itu menjabat sebagai Menteri Kemakmuran
7. Terbentuknya
Negara Indonesia Serikat (Republik Indonesia Serikat (RIS)) sebagai hasil
perundingan Konfrensi Meja Bundar.
8. Perubahan
struktur kabinet sebanyak 15 kali dari tahun 1945 hingga 1955.[11]
9. Perubahan
Undang Undang Dasar dari Undang Undang Dasar 1945, Konstitusi Republik
Indonesia Serikat dan Undang Undang Dasar Sementera 1950.
Dengan adanya situasi yang belum
kondusif antara tahun 1945 sampai dengan dilaksanakannya Pemilu di Tahun 1955,
fokus kebijakan pemerintah terutama sebelum Konfrensi Meja Bundar[12] adalah bagaimana
mempertahankan kemerdekaan Indonesia..
Pada
saat proklamasi, Indonesia hanya menganut dan mengenal partai tunggal yaitu PNI
yang didasarkan pada keputusan PPKI tanggal 22 Agustus 1945. Berkenaan dengan
hal itu BP. KNIP mengusulkan kepada Pemerintah untuk menganjurkan kepada rakyat
agar mendirikan partai partai politik.[13] Menanggapi hal tersebut Pemerintah
melalui Wakil Presiden Moh. Hatta mengeluarkan Maklumat X tanggal 3 November
1945 sebagai tanggapan atas usul Badan Pekerja KNIP kepada Pemerintah.[14] Dalam maklumat ini
pemerintah berharap partai politik dapat terbentuk sebelum penyelenggaraan
pemilu anggota badan perwakilan rakyat yang direncanakan pada Januari 1946 dan
melegitimasi partai politik yang telah terbentuk sebelumnya pada zaman
penjajahan Belanda dan Jepang.[15] Tujuan lain dari Maklumat
X adalah untuk menunjukan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi pada negara
lain dan sebagai saran agar aliran atau paham dalam masyarakat dapat dipimpin
secara teratur.
Hal
positif yang kemudian muncul secara nyata dari Maklumat X adalah sampai dengan
Desember 1945 terbentuk 9 partai politik[16], kemudian terbentuknya
kabinet yang diangkat dari partai politik, Wikipedia menampilkan dari 14 (empat
belas) menteri dalam Kabinet Syahrir I setidaknya 9 (Sembilan) Menteri diangkat
dari Partai Politik, yakni Partai Serikat Indonesia, Partai Masyumi, Partai
Kristen Indonesia.[17]
2.2
Ketentuan
Peraturan perundang-undangan dalam kaitannya dengan Pelaksanaan Pemilu
Undang
Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen) tidak mencantumkan ketentuan terkait
pemilihan umum dalam batang tubuhnya, namun kemerdekaan untuk berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat telah tegas dicantumkan ada Pasal 28. Konstitusi
RIS kemudian lahir seiring berubahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia
menjadi Negara Republik Indonesia Serikat pada 31 Januari 1950. Dalam
Konstitusi RIS terkait dengan Pemilu tercantum di beberapa Pasal:[18]
1. Pasal
34, “Kemauan Rakjat adalah dasar
kekuasaan penguasa; kemauan itu dinjatakan dalam pemilihan berkala jang djudjur
dan jang dilakukan menurut hak-pilih jang sedapat mungkin bersifat umum dan
berkesamaan, serta dengan pemungutan suara jang rahasia ataupun menurut
tjarajang djuga mendjamin kebebasan mengeluarkan suara.”
2. Pasal
111, “(1) Dalam tempo satu tahun sesuadah
Konstitusi mulai berlaku, maka diseluruh Indonesia Pemerintah memerintahkan
mengadakan pemilihan jang bebas dan rahasia untuk menjusun Dewan Perwakilan
Rakjat jang dipilih setjara umum. (2) Undang-Undang federal mengadakan aturan2
untuk pemilihan Dewan Perwakilan Rakjat baru jang dimaksud dalam ajat (1) dan
menentukan pembagian djumlah2 anggota jang akan diutus, antara daerah2 selebihnja
jang tersebut dalam Pasal 99”.
Konstitusi
RIS ini berlaku hanya sampai dengan 15 Agustus 1950 seiring dengan lahirnya
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS 1950). UUDS 1950 mengatur
terkait dengan Pemilu di beberapa Pasal yakni:[19]
1. Pasal
35 “Kemauan Rakjat adalah dasar kekuasaan
penguasa; kemauan itu dinjatakan dalam pemilihan berkala jang djudjur dan jang
dilakukan menurut hak-pilih jang bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan
pemungutan suara jang rahasia ataupun menurut tjara djuga mendjamin kebebasan
mengeluarkan suara.”
2. Pasal
57 “Anggauta-anggauta Dewan Perwakilan
Rakjat dipilih dalam suatu pemilihan umum oleh warga-negara Indonesia jang
memenuhi sjarat-sjarat dan menurut aturan-aturan jang ditetapkan dengan
undang-undang”.
3. Pasal
59 “Anggauta-anggauta Dewan Perwakilan
Rakjat dipilih untuk masa empat tahun. Mereka meletakkan djabatannja
bersama-sama dan sesudahnja dapat dipilih kembali.”
4. Pasal
135 ayat (1) “Konstituante terdiri dari
sedjumlah Anggauta jang besarnja ditetapkan berdasar atas perhitungan setiap
150.000 djiwa penduduk warga negara Indonesia mempunjai seorang wakil.”
Keseriusan
Pemerintah untuk melaksanakan Pemilihan Umum terlihat sejak tahun 1946 meskipun
pelaksanaannya baru dilakukan pada tahun 1955. Hal ini dapat dilihat dari
selain Maklumat Wakil Presiden Nomor X tahun 1945 juga dapat dilihat dari Beberapa
Undang-Undang yang didalamnya mengatur tentang pengisian jabatan yang dilakukan
melalui pemilihan umum. Beberapa Undang-Undang tersebut yang berhasil ditemukan
oleh penulis diantaranya adalah:
1. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1946 tentang Pembaharuan Komite Nasional Pusat, dalam
Undang-Undang ini diatur tentang tata cara pemilihan terhadap 110 dari 200
orang anggota Komite Nasional Pusat.[20]
2. Undang-Undang
Nomor 1946 Nomor 14 tentang Mengadakan Perubahan Dalam STBLD: 1907 No. 212
tentang Pemilihan Kepala Desa.[21]
3. Undang-Undang
Nomor 1949 Nomor 12 tentang mengadakan Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 27
Tahun 1948 mengenai Susunan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemilihan
anggauta-anggautanya.[22]
4. Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat.[23]
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan Pemilihan Umum pertama
bagi Indonesia. Beberapa pengaturan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1953 diantaranya adalah :
1. Tentang
Hak Pilih, hak pilih dalam undang-undang ini diberikan kepada warganegara
Indonesia yang telah genap berusia 18
tahun atau yang telah kawin, termasuk didalamnya adalah Anggota-Anggota
Angkatan perang.[24].
2. Tentang
Daerah Pemilihan dan Daerah Pemungutan Suara, undang undang ini membagi daerah
pemilihan menjadi 16 (enam belas) daerah pemilihan yakni Jawa Timur, Jawa
Tengah, Jawa Barat, Jakarta Raya, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Sumatera
Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi
Utara-Tengah, Sulawesi Tenggara-Selatan, Maluku, Sunda-Kecil Timur,
Sunda-KecilBarat, dan Irian Barat.[25]
3. Tentang
Badan-Badan Penyelenggara Pemilihan, dibentuk sebuah badan penyelenggara
pemilihan yang terdiri dari:[26]
a. Panitia
Pemilihan Indonesia untuk tingkat pusat
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan masa jabatan empat tahun,
terdiri dari 5 – 9 orang anggota .
b. Panitia
Pemilihan untuk tiap-tiap daerah Pemilihan diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri Kehakiman dengan masa jabatan empat tahun, terdiri dari 5 – 7 orang
anggota.
c. Panitia
Pemilihan Kabupaten untuk ditiap Kabupaten diangkat dan diberhentikan atas nama
Menteri Dalam negeri oleh Gubernur. Bupati karena jabatannya menjadi anggota
merangkap Ketua Panitia Pemilihan Kabupaten masa jabatan ditentukan Menteri
Dalam Negeri, terdiri dari 5 – 7 orang anggota.
d. Panitia
Pemungutan Suara untuk di tiap Kecamatan, diangkat dan diberhentikan atas nama
Menteri Dalam Negeri oleh Panitia Pemilihan Kabupaten. Camat karena jabatannya
menjadi anggota merangkap Ketua Panitia Pemungutan Suara, sekurang kurangnya
berjumlah lima orang.
e. Panitia
Pendaftaran Pemilih untuk tiap desa, diangkat dan diberhentikan atas nama
Menteri Dalam Negeri oleh Camat. Kepala Desa menjadi ANggota merangkap Ketua
Panitia Pendaftaran Pemilih, sekurang kurangnya berjumlah 3 orang.
4. Tentang
Jumlah Penduduk Warganegara Indonesia, Penetapan Jumlah Anggota untuk Seluruh
Indonesia untuk Masing Masing Daerah Pemilihan. Penduduk dalam suatu wilayah
dapil menentukan jumlah kursi anggota Konstituante dan Anggota DPR. Untuk
jumlah kursi Anggota Konstituante di suatu Provinsi dihitung dengan cara jumlah
penduduk dibagi 150.000 dengan minimal satu daerah pemilihan mendapatkan 6
kursi. Sedangkan kursi Anggota DPR disuatu Provinsi dihitung dengan cara jumlah
penduduk dibagi 300.000 dengan minimal satu daerah pemiliha mendapatkan 3 kursi.
[27]
5. Tentang
Pencalonan, syarat dalam mencalonkan diri sebagai Anggota Konstituante atau DPR
adalah diusung oleh paling sedikit 200 pemilih, yang kemudian diatur sebagai
berikut:[28]
a. calon
perseorangan, dalam mendaftarkan dirinya diusung oleh 200 pemilih.
b. suatu
daftar kumpulan calon/partai politik, dalam mendaftarkan sebagai calon, untuk
calon:
i. Nomor
urut pertama diusung oleh 200 pemilih;
ii. Nomor
urut berikutnya disung oleh 25 orang pemilih.
2.3
Pelaksanaan
Pemilihan Umum 1955
Pemilu
dimulai pada bulan Mei 1954 dengan melakukan pendaftaran pemilih, pada saat itu
tercatat sebanyak 43.104.464[29] warga negara Indonesia
yang memenuhi syarat untuk memberikan hak suaranya dalam memilih Anggota
Konstituante dan Anggota DPR. Pengguna hak pilih sebesar 87.65% atau 37.875.299
suara. Peserta Pemilu terdiri dari 172 peserta yang terdiri dari 80 Partai
Politik dan 92 lainnya adalah organisasi massa, dan perorangan. Dalam 16 daerah
pemilihan terdiri dari 208 kabupate, 2.139 kecamatan dan 43.429 desa.
Pelaksanaan Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap :
a. Tahap
Pertama untuk memilih anggota DPR diselenggarakan 29 September 1955 yang
diikuti oleh 29 Partai politik dan individu
b. Tahap
Kedua untuk memilih anggota Konstituante, tahap ini diselenggarakan pada
tanggal 15 Desember 1955.
Pemilu
dilaksankana secara tertib, disiplin serta tanpa politik uang dan tekanan dari
pihak manapun. Oleh karena itu, banyak pakar politik yang menilai bahwa pemilu
tahun 1955 sebagai pemilu paling demokratis yang terlaksana di Indonesia sampai
saat ini.[30]
Pelaksanaan pemilu tahap I untuk
memilih anggota DPR, dari 29 Peserta Pemilu hanya 28 Peserta Pemilu yang
mendapatkan kursi dimana tiga diantaranya adalah perseorangan. Berikut table hasil Pemilu tahap pertama tahun 1955:
No
|
Nama Partai
|
Julmlah Suara
|
Prosentase
|
Jumlah Kursi
|
1.
|
Partai Nasional Indonesia (PNI)
|
8.434.653
|
22,32
|
57
|
2.
|
Masyumi
|
7.903.886
|
20,92
|
57
|
3.
|
Nahdlatul Ulama (NU)
|
6.955.141
|
18,41
|
45
|
4.
|
Partai Komunis Indonesia (PKI)
|
6.179.914
|
16,36
|
39
|
5.
|
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
|
1.091.160
|
2,89
|
8
|
6.
|
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
|
1.003.326
|
2,66
|
8
|
7.
|
Partai Katolik
|
770.740
|
2,04
|
6
|
8.
|
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
|
753.191
|
1,99
|
5
|
9.
|
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
(IPKI)
|
541.306
|
1,43
|
4
|
10.
|
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
|
483.014
|
1,28
|
4
|
11.
|
Partai Rakyat Nasional (PRN)
|
242.125
|
0,64
|
2
|
12.
|
Partai Buruh
|
224.167
|
0,59
|
2
|
13.
|
Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)
|
219.985
|
0,58
|
2
|
14.
|
Partai Rakyat Indonesia (PRI)
|
206.161
|
0,55
|
2
|
15.
|
Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
|
200.419
|
0,53
|
2
|
16.
|
Murba
|
199.588
|
0,53
|
2
|
17.
|
Baperki
|
178.887
|
0,47
|
1
|
18.
|
Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro
|
178.481
|
0,47
|
1
|
19.
|
Grinda
|
154.792
|
0,41
|
1
|
20.
|
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)
|
149.287
|
0,40
|
1
|
21.
|
Persatuan Daya (PD)
|
146.054
|
0,39
|
1
|
22.
|
PIR Hazairin
|
114.644
|
0,30
|
1
|
23.
|
Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 85.
|
85.131
|
0,22
|
1
|
24.
|
AKUI
|
81.454
|
0,21
|
1
|
25.
|
Persatuan Rakyat Desa (PRD)
|
77.919
|
0,21
|
1
|
26.
|
Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)
|
72.523
|
0,19
|
1
|
27.
|
Angkatan Comunis Muda (Acoma)
|
64.514
|
0,17
|
1
|
28
|
R.Soedjono Prawirisoedarso
|
53.306
|
0,14
|
1
|
29.
|
Lain-lain
|
1.022.433
|
2,71
|
1
|
37.785.299
|
100,00
|
257
|
Sedangkan
untuk tahap II jumlah kursi anggota Konstituante sebanyak 520, tetapi di Irian
Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan, maka kursi yang
diperebutkan adalah sebanyak 514 kursi. Berikut hasil pemilihan anggota
Konstituante.
No
|
Nama Partai
|
Jumlah Suara
|
Prosentase
|
Jumlah Kursi
|
1.
|
Partai Nasional Indonesia (PNI)
|
9.070.218
|
23,97
|
119
|
2.
|
Masyumi
|
7.789.619
|
20,59
|
112
|
3.
|
Nahdlatul Ulama (NU)
|
6.989.333
|
18,47
|
91
|
4.
|
Partai Komunis Indonesia (PKI)
|
6.232.512
|
16,47
|
80
|
5.
|
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
|
1.059.922
|
2,80
|
16
|
6.
|
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
|
988.810
|
2,61
|
16
|
7.
|
Partai Katolik
|
748.591
|
1,99
|
10
|
8.
|
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
|
695.932
|
1,84
|
10
|
9.
|
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
(IPKI)
|
544.803
|
1,44
|
8
|
10.
|
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
|
465.359
|
1,23
|
7
|
11.
|
Partai Rakyat Nasional (PRN)
|
220.652
|
0,58
|
3
|
12.
|
Partai Buruh
|
332.047
|
0,88
|
2
|
13.
|
Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)
|
152.892
|
040
|
2
|
14.
|
Partai Rakyat Indonesia (PRI)
|
134.011
|
0,35
|
2
|
15.
|
Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
|
179.346
|
0,47
|
3
|
16.
|
Murba
|
248.633
|
0,66
|
4
|
17.
|
Baperki
|
160.456
|
0,42
|
2
|
18.
|
Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro
|
162.420
|
0,43
|
2
|
19.
|
Grinda
|
157.976
|
0,42
|
2
|
20.
|
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia Permai
|
164.386
|
0,43
|
2
|
21.
|
Persatuan Daya (PD)
|
169.222
|
0,45
|
3
|
22.
|
PIR Hazairin
|
101.509
|
0,27
|
2
|
23.
|
Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)
|
74.913
|
0,20
|
1
|
24.
|
AKUI
|
84.862
|
0,22
|
1
|
25.
|
Persatuan Rakyat Desa (PRD)
|
39.278
|
0,10
|
1
|
26.
|
Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)
|
143.907
|
0,38
|
2
|
27.
|
Angkatan Comunis Muda (Acoma)
|
55.844
|
0,15
|
1
|
28.
|
R.Soedjono Prawirisoedarso
|
38.356
|
0,10
|
1
|
29.
|
Gerakan Pilihan Sunda
|
35.035
|
0,09
|
1
|
30.
|
Partai Tani Indonesia
|
30.060
|
0,08
|
1
|
31.
|
Radja Keprabonan
|
33.660
|
0,09
|
1
|
32.
|
Gerakan Banteng Republik Indonesis (GBRI)
|
39.874
|
0,11
|
1
|
33.
|
PIR NTB
|
33.823
|
1,09
|
1
|
34.
|
L.M.Idrus Effendi
|
31.988
|
0,08
|
1
|
35.
|
Lain-lain
|
426.856
|
1,13
|
1
|
Jumlah
|
37.837.105
|
100,00
|
514
|
Hasil Pemilu 1955 di Indonesia
memperlihatkan tidak adanya Partai yang dominan yang menduduki Konstituante dan
DPR. Jika kita hubungkan hasil Pemilu ini dengan keluarnya Maklumat X yang
dilatar belakangi oleh usulan BP. KNIP agar Indonesia tidak menganut sistem
partai tunggal. Maka Maklumat X dengan Undang Undang Nomor 7 tahun 1953 memiliki
dasar yang sama dalam pembentukannya yakni menginginkan kekuasaan tidak hanya
dimiliki oleh partai tunggal atau partai mayoritas. Jika kita hubungkan antara tindakan
Pemerintah dalam menyiapkan Pemilu 1955 dengan teori klasifikasi hukum oleh
Nonet dan Selznick maka apa yang dilakukan oleh Pemerontah adalah masuk dalam
klasifikasi responsive. Ciri
utama hukum responsif menurut Nonet dan Selznik adalah sebagai berikut:[31]
1. Dinamika pembangunan hukum meningkatkan otoritas tujuan
penalaran hukum.
2. Tujuan membuat kewajiban hukum lebih problematis,
sehingga hukum lebih lunak menuntut untuk taat dan membuka kemungkinan yang
tidak terlalu kaku dan lebih merakyat sesuai dengan tatanan masyarakat.
3. Sebagai hukum peningkatan keterbukaan dan fleksibilitas, advokasi
hukum mengambil dimensi politik menghasilkan kekuatan yang membantu untuk
mengoreksi dan mengubah lembaga-lembaga hukum, tetapi memiliki potensi untuk
merusak integritas kelembagaan.
4. Dalam sebuah lingkungan tekanan otoritas hukum yang menitikberatkan
pada tujuan yang berkelanjutan dan integritas dari tatanan hukum tergantung
pada desain lembaga-lembaga hukum yang lebih kompeten.
Mengapa
tindakan pemerintah penulis masukan ke dalam hukum responsive, hal ini karena
kondisi Pemerintah saat itu sangat kuat dengan dukungan masyarakat yang
mayoritas percaya akan kepemimpinan Soekarno dan Mohammad Hatta pada saat itu.
Setidaknya ada beberapa tindakan pemerintah yang mengutamakan keinginan dan
kepentingan rakyat.
1. Maklumat
X dikeluarkan pada saat Indonesia sedang dalam kondisi menerima serangan agresi
dari sekutu ataupun Belanda. Pada saat itu pemerintah dapat menolak atau
setidaknya menangguhkan untuk mengeluarkan maklumat tersebut.
2. Bongkar
pasang cabinet, meskipun secara langsung mengganggu kinerja pemerintah.
Penggantian cabinet sebanyak 15 kali dalam 10 tahun tetap dilakukan sebagai
respon atas kekecewaan masyarakat terhadap kinerja cabinet.
3. Penunjukan
Syafruddin Prawiranegara sebagai “Presiden” Pemerinta Darurat Republik
Indonesia menunjukan sikap kemerdekaan rakyat Indonesia diatas segalanya.
Pemerintahan dan pelayanan public harus tetap berjalan meskipun Presiden, Wakil
Presiden dan Perdana Menteri sebagai pemegang kekuatan eksekutif pada saat itu
ditangkap.
4. Syarat
pencalonan yang sangat mudah pada Pemilu 1955, hanya dengan dukungan 200 orang
Pemilih, seseorang dapat menjadi peserta Pemilu 1955 terlebih dengan
menggunakan fasilitas daftar kumpulan calon. Hanya dengan 25 dukungan pemilih
untuk calon nomor urut 2 dapat menjadi calon.
BAB III
KESIMPULAN
Pelaksanaan
Pemilu yang pertama kali di Indonesia memang dilaksanakan terlambat, karena
terpaut 10 tahun sejak kemerdekaan Indonesia. Namun keterlambatan tersebut
bukan merupakan suatu hal yang disengaja oleh Pemerintah “penguasa” pada saat
itu. Beberapa peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu 1945-1955 menjadi faktor
penyebab dari terlambatnya pelaksanaan Pemilu pertama kali di Indonesia. Usaha
penguasa untuk melaksanakan Pemilu dimulai bahkan beberapa bulan sejak
pelantikan dirinya sebagai penguasa. Beberapa Undang Undang yang terbit antara
tahun-tahun itu memperlihatkan adanya keinginan melaksanakan Pemilu. Maklumat X
dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 memperlihatkan betapa Pemerintah
menginginkan agar rakyat Indonesia menyampaikan kehendaknya, bersuara dengan
ideology politiknya. Dalam pelaksanaannya pun sangat luar biasa, partisipasi
yang sangat tinggi dalam Pemilu, dilaksanakan dengan bersih tanpa politik uang
merupakan cerminan pelaksanaan demokrasi yang sesungguhnya.
[1]Samuel
P. Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga (terjemahan oleh
AsrilMarjohan), (Judul asli; democratization in the late twentieth century,
1989) (Grafiti, Jakarta, 2001), hal 4.
[2]Joseph
A. Schumpeter, Capitalism, Socialism, and Democracy, edisi ke-2
(NewYork: Harper, 1947), bab 21 dan hal.269
[3] Jean Baechler,
Democracy an Analytical Survey, (USA: Unesco, 1995), hal. 7. Lihat juga dalam
Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, (Jogjakarta: Pustaka
Pelajar, 1999), hal. 11.
[4] Rofik Suhud, Oposisi Berserak: Arus Deras
Demokratisasi Gelombang Ketiga di Indonesia, (Bandung: Mizan,
1998), hal. 33.
[5] Republik Indonesia,
“Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
[6] Rudi Casmana, Asep
“Sejarah Pemilihan umum Pertama 1955 di Indonesia http://www.kompasiana.com/aseprudicasmana/sejarah-pemilihan-umum-pertama-1955-di-indonesia_5529b576f17e61901bd623dc di akses 20102016
[7] Wikiipedia, Sejarah
Indonesia” https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1945%E2%80%931949)#Ibukota_pindah_ke_
Yogyakarta
diakses 20Oktober 2016
[9]Informasiana, “Sejarah
Pemeberontakan Pasca Kemerdekaan RI http://informasiana.com/sejarah-pemberontakan-pasca-kemerdekaan-ri/# diakses 20 Oktoner
2016
[10] Soekarno dan Mohammad
Hatta adalah Presiden dan Wakil Presiden pada saat itu, sedangkan Sutan Sjahrir
adalah Perdana Menteri. Sebelum ditangkap oleh Belanda, Soekarno dan Mohammad
Hatta sempat mengadakan rapat dan memberikan mandate kepada Syafruddin
Prawiranegara dan membentuk pemerintahan sementara yang kemudian disebut
Pemerintah Darurat Republik Indonesia.
[11] Wikipedia, “Kabinet
Pemerinttahan Indoesia” https://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Pemerintahan_Indonesia#Daftar_Kabinet_Indonesia diakses 20 Oktober
2016
[12]Stealth Democrazy,
“Kronologi terbentuknya Republik” http://stealthdemocracy.blogspot.co.id/2013/06/kronologi-terbentuknya-republik.html dilaksanakan pada 23 Agustus hingga 2
November 1949 di Den Haag, Belanda , dalam Konfrensi ini Belanda mengakui
kedaulatan Republik Indonesia Serikat
[13]Tatok Sugiarto “
Pemilihan Umum Pertama 1955: Bukti Nyata Demokrasi http://sejarahsugie29.blogspot.co.id/2013/05/pemilihan-umum-pertama-1955-bukti-nyata.html diakses 21102016
[14] Pemerintah Jakarta
“Maklumat 3 November 1945” http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1767/Maklumat-3-November-1945 diakses 21Oktober
2016
[15]Wikipedia, “Maklumat 3
November 1945” https://id.wikipedia.org/wiki/Maklumat_3_November_1945, diakses 20Oktober 2016
[16] Loc cit, tatok
sugiarto.
[17] Wikipedia, “Kabinet
Sjahrir I” https://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Sjahrir_I Kabinet Sjahrir I
adalah cabinet Presidensial dan ememerintah antara tanggal 14 November 1945 –
12 Maret 1946. diakses 20 Oktober 2016
[18] Indonesia,
“Konstitusi Republik Indonesia Serikat”
[19] Indonesia,
“Undang-Undang Dasar Sementara 1950”
[20]Indonesia, Undang
Undang Nomor 12 Tahun 1946 Tentang Pembaharuan Komite Nasional Pusat Pasal 1 angka 1 huruf a. ditetapkan tanggal 8
Juli 1946 di Yogyakarta
[21] Indonesia, Undang
Undang Nomor 14 tentang Mengadakan Perubahan Dalam STBLD.: 1907 No.212 tentang
Pemilihan Kepala Desa , Yogjakarta 4 September 1946
[22] Indonesia, Undang
Undang Nomor 12 Tahun 1949 tentang Susunan Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggauta-anggautanya, Yogyakarta 1949.
[23] Indonesia, Undang
Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Jakarta
30 Maret 1953
[24] Ibid, Pasal 1
[25] Ibid, Pasal 15
[26] Ibid, Pasal 17, Pasal
20, 21, 22, 23, 24
[27] Ibid, Pasal 32 dan
Pasal 33
[28] Ibid, Pasal 38
[29] Ardiansyah, Rahmad .
“Pemilihan Umum 1955” http://www.idsejarah.net/2014/11/pemilihan-umum-1955.html diakses tanggal 21Oktober2016
[30] Ibid,
[31] Philippe
Nonet and Philip Selznik, “Law and
Society in Transition: Toward Responsive Law”, dalam Satya Arinanto, “Politik Hukum 2”. Jakarta: Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001, Hal. 122.
*)Ditulis dalam rangka menyelesaikan tugas Kuliah Politik Hukum Pascasarjana Universitas Indonesia
Komentar
The best casinos offer progressive jackpots and progressive jackpots, with a progressive progressive jackpot percentage, which allows you to win a jackpot งานออนไลน์ of