Langsung ke konten utama

Politik Hukum dalam Pemilihan Umum Tahun 1955


BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang Masalah
Demokrasi saat ini merupakan kata yang sering dihubungkan dengan bagaimana menempatkan rakyat atau melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan ataupun kebijakan yang dilakukan oleh Penguasa yang dalam kenegaraan disebut sebagai Pemerintah. Samuel Huntington, mendefinisikan demokrasi, sebagai suatu bentukpemerintahan, berdasarkan sumber wewenang bagipemerintah, tujuan yang dilayani oleh pemerintah, danprosedur untuk membentuk pemerintahan.[1] SementaraJoseph Schumpeter mengemukakan apa yang dinamakansebagai teori lain mengenai demokrasi, yaitu prosedurkelembagaan untuk memperoleh keputusan politik yang didalamnya individu memperoleh kekuasaan untuk membuatkeputusan melalui perjuangan kompetitif dalam rangkamemperoleh suara rakyat.[2]
Ada dua pendekatan terhadap demokrasi: pendekatan normatif dan pendekatan empirik.[3] Pendekatan normatif, menekankan pada ide dasar dari demokrasi yaitu kedaulatan ada di tangan rakyat dan oleh karenanya pemerintahan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam perkembangannya, ide kedaulatan rakyat secara utuh sulit diterapkan selain beragam dan seringkali saling bertentangan, rakyat juga sulit dihimpun untuk penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Lalu muncul ide demokrasi yang melalui lembaga perwakilan. Sedangkan pendekatan empirik menekankan pada praktek demokrasi dalam kehidupan politik sebagai rangkaian prosedur yang mengatur rakyat untuk memilih, hingga meminta pertanggungjawaban wakilnya di lembaga perwakilan. Teori normatif[4], juga berkenaan dengan demokrasi sebagai tujuan (bagaimana demokrasi seharusnya), sementara teori empiris berkenaan dengan sistem politik yang ada (deskripsi tentang apa demokrasi itu sekarang).
Hak untuk mengemukakan pendapat merupakan salah satu hak seseorang yang dilindungi dalam Negara Demokrasi. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia meletakan hak ini dalam Pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”[5]. Pelaksanaan hak tersebut dalam kaitannya dengan demokrasi adalah dengan hadirnya partai politik dan pemilihan umum. Perkembangan saat ini bahkan untuk pemilihan kepala daerah dimungkinkan untuk mencalonkan diri tanpa melalui partai politik.
            Pelaksanaan pemilu merupakan hal yang lazim dilakukan oleh negara negara demokrasi, karena pemilihan umum merupakan salah satu cara rakyat berperan serta dalam proses pemerintahan di suatu negara. Namun, pelaksanaan Pemilu tidak dapat dipisahkan juga dengan proses politik disuatu negara. Bentuk negara, pemerintahan dan wilayah menjadi hal yang mempengaruhi pelaksanaan pemilu disuatu negara. Pelaksanaan Pemilu di Indonesia sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955 hingga saat ini jika dibandingkan antara satu pemilu dengan pemilu lainnya memiliki dinamika yang berbeda. Perbedaan tersebut diantaranya adalah penyelenggara Pemilu dan peserta Pemilu yang berpartisipasi dalam Pemilu tersebut. Perbedaan-perbedaan tersebut tentunya didasari oleh berubahnya peraturan perundang undangan yang mengatur tentang pemilu. Perubahan pengaturan pemilu tersebut tidak lepas dari peran pembentuk Undang Undang yang menyesuaikan pemilu dengan kondisi politik yang ada pada saat pembentukan Undang Undang tersebut. Dalam makalah ini penulis ingin mengaitkan antara politik yang  ada pada saat pembuatan peraturan perundang-undangan pemilu dengan pelaksanaan pemilu dimasa itu dilihat dari teori politik hukum.
1.2         Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara politik pada saat pembentukan peraturan perundang undangan dengan pelaksanaan pemilunya pada Tahun 1955.
1.3         Tujuan
Mengetahui bagaimana hubungan antara kondisi politik dengan pelaksanaan Pemilu Tahun 1955..








BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Situasi dan Kondisi Indonesia Pasca Kemerdekaan hingga Pelaksanaan Pemilihan Umum
            Sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, pemilihan pertama terjadi pada tahun 1955. Terpaut 10 (sepuluh) tahun setelah merdeka barulah kemudian dilaksanakan Pemilu di Indonesia. Alasan Pemilu tidak dilaksanakan pada Tahun 1945 diantaranya adalah belum siapnya payung hukum secara tertulis terkait dengan Undang Undang yang mengatur mekanisme pemilihan umum. Kedua adalah stabilitas nasional  belum terjamin.[6] Alasan tersebut cukup kuat karena Indonesia pada awal kemerdekaan menghadapi tantangan dalam mempertahkan kemerdekaanya. Tantangan tersebut muncul baik dari dalam dan luar negeri. Tantangan dari luar negeri adalah masih bersikerasnya Belanda yang mengakui Indonesia adalah bagian dari Hindia Belanda. Sedangkan tantangan dari dalam negeri adalah belum terciptanya stabilitas politik dalam negeri di Indonesia.
            Belum terciptanya stabilitas negara diantaranya disebabkan oleh beberapa peristiwa di Indonesia pasca proklamasi:
1.    masih terjadi beberapa pertempuran antara Indonesia dengan pasukan, Belanda, sekutu atau NICA. Beberapa peristiwa tersebut diantaranya: peristiwa 10 November di Surabaya, Palagan Ambarawa didaerah Semarang, Bandung Lautan Api, Pertempuran Medan Area, Pertempuran Margarana, Persangan Umum 1 Maret 1949, Pertempuran Lima Hari di Semarang, Peristiwa Westerling, Proklamasi Negara Pasundan, Agresi Militer I dan II, serangan umum 1 Maret 1949, serangan umum Surakarta.[7]
2.    Adanya Perubahan sistem pemerintahan dari Presidensial menjadi Parlementer pada tanggal 14 November 1945 dengan dilantiknya Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri pertama di Indonesia yang menjabat sampai dengan 20 Juni 1947.[8]
3.    Dilakukannya Pemindahan Ibukota dari Jakarta (Batavia) ke Yogyakarta pada akhir Tahun 1945 karena semakin memburuknya situasi keamanan di Jakarta. Hal ini diperparah dengan adanya saling serang antara kelompok Pro-Kemerdekaan dan kelompok pro-Belanda.
4.    Hasil perundingan dalam rangka penegakan kedaulatan Republik Indonesia di luar negeri oleh beberapa pihak dianggap sebagai suatu kegagalan. Sebagai contoh adalah perundingan Linggar Jati yang dianggap merugikan  Republik Indonesia. Hal ini juga menjadi penyebab peristiwa penculikan Sutan Sjahrir oleh kelompok Oposisi Persatuan Perjuangan.
5.    Munculnya beberapa aksi bersenjata oleh Warga Negara Indonesia dalam menentang pemerintah  aksi itu diantaranya adalah. Pemberontakan PKI Madiun Tahun pada September 1948, DI TII  pada Agustus 1949, Januari 1950, Pemberontakan Andi Azis , Gerakan DI/TII, SM Kartosuwiryo, pemberontakan Kahar Muzakar, pemberontakan Ibnu Hajar, pemberontakan APRA, pemberontakan Republik Maluku Selatan, pemberontakan PRRI/Permesta. [9]
6.    Jatuhnya Ibukota Negara  pada Agresi Militer II, dan penangkapan terhadap Soekarno, Mohammad Hatta dan Sjahrir[10] dan pembentukan Pemerinta Darurat Republik Indonesia yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Kemakmuran
7.    Terbentuknya Negara Indonesia Serikat (Republik Indonesia Serikat (RIS)) sebagai hasil perundingan Konfrensi Meja Bundar.
8.    Perubahan struktur kabinet sebanyak 15 kali dari tahun 1945 hingga 1955.[11]
9.    Perubahan Undang Undang Dasar dari Undang Undang Dasar 1945, Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan Undang Undang Dasar Sementera 1950.
            Dengan adanya situasi yang belum kondusif antara tahun 1945 sampai dengan dilaksanakannya Pemilu di Tahun 1955, fokus kebijakan pemerintah terutama sebelum Konfrensi Meja Bundar[12] adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan Indonesia..
Pada saat proklamasi, Indonesia hanya menganut dan mengenal partai tunggal yaitu PNI yang didasarkan pada keputusan PPKI tanggal 22 Agustus 1945. Berkenaan dengan hal itu BP. KNIP mengusulkan kepada Pemerintah untuk menganjurkan kepada rakyat agar mendirikan partai partai politik.[13] Menanggapi hal tersebut Pemerintah melalui Wakil Presiden Moh. Hatta mengeluarkan Maklumat X tanggal 3 November 1945 sebagai tanggapan atas usul Badan Pekerja KNIP kepada Pemerintah.[14] Dalam maklumat ini pemerintah berharap partai politik dapat terbentuk sebelum penyelenggaraan pemilu anggota badan perwakilan rakyat yang direncanakan pada Januari 1946 dan melegitimasi partai politik yang telah terbentuk sebelumnya pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang.[15] Tujuan lain dari Maklumat X adalah untuk menunjukan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi pada negara lain dan sebagai saran agar aliran atau paham dalam masyarakat dapat dipimpin secara teratur.     
Hal positif yang kemudian muncul secara nyata dari Maklumat X adalah sampai dengan Desember 1945 terbentuk 9 partai politik[16], kemudian terbentuknya kabinet yang diangkat dari partai politik, Wikipedia menampilkan dari 14 (empat belas) menteri dalam Kabinet Syahrir I setidaknya 9 (Sembilan) Menteri diangkat dari Partai Politik, yakni Partai Serikat Indonesia, Partai Masyumi, Partai Kristen Indonesia.[17]
2.2         Ketentuan Peraturan perundang-undangan dalam kaitannya dengan Pelaksanaan Pemilu           
Undang Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen) tidak mencantumkan ketentuan terkait pemilihan umum dalam batang tubuhnya, namun kemerdekaan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat telah tegas dicantumkan ada Pasal 28. Konstitusi RIS kemudian lahir seiring berubahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Republik Indonesia Serikat pada 31 Januari 1950. Dalam Konstitusi RIS terkait dengan Pemilu tercantum di beberapa Pasal:[18]
1.    Pasal 34, “Kemauan Rakjat adalah dasar kekuasaan penguasa; kemauan itu dinjatakan dalam pemilihan berkala jang djudjur dan jang dilakukan menurut hak-pilih jang sedapat mungkin bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara jang rahasia ataupun menurut tjarajang djuga mendjamin kebebasan mengeluarkan suara.”
2.    Pasal 111, “(1) Dalam tempo satu tahun sesuadah Konstitusi mulai berlaku, maka diseluruh Indonesia Pemerintah memerintahkan mengadakan pemilihan jang bebas dan rahasia untuk menjusun Dewan Perwakilan Rakjat jang dipilih setjara umum. (2) Undang-Undang federal mengadakan aturan2 untuk pemilihan Dewan Perwakilan Rakjat baru jang dimaksud dalam ajat (1) dan menentukan pembagian djumlah2 anggota jang akan diutus, antara daerah2 selebihnja jang tersebut dalam Pasal 99”.
Konstitusi RIS ini berlaku hanya sampai dengan 15 Agustus 1950 seiring dengan lahirnya Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS 1950). UUDS 1950 mengatur terkait dengan Pemilu di beberapa Pasal yakni:[19]
1.    Pasal 35 “Kemauan Rakjat adalah dasar kekuasaan penguasa; kemauan itu dinjatakan dalam pemilihan berkala jang djudjur dan jang dilakukan menurut hak-pilih jang bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara jang rahasia ataupun menurut tjara djuga mendjamin kebebasan mengeluarkan suara.”
2.    Pasal 57 “Anggauta-anggauta Dewan Perwakilan Rakjat dipilih dalam suatu pemilihan umum oleh warga-negara Indonesia jang memenuhi sjarat-sjarat dan menurut aturan-aturan jang ditetapkan dengan undang-undang”.
3.    Pasal 59 “Anggauta-anggauta Dewan Perwakilan Rakjat dipilih untuk masa empat tahun. Mereka meletakkan djabatannja bersama-sama dan sesudahnja dapat dipilih kembali.”
4.    Pasal 135 ayat (1) “Konstituante terdiri dari sedjumlah Anggauta jang besarnja ditetapkan berdasar atas perhitungan setiap 150.000 djiwa penduduk warga negara Indonesia mempunjai seorang wakil.”
Keseriusan Pemerintah untuk melaksanakan Pemilihan Umum terlihat sejak tahun 1946 meskipun pelaksanaannya baru dilakukan pada tahun 1955. Hal ini dapat dilihat dari selain Maklumat Wakil Presiden Nomor X tahun 1945 juga dapat dilihat dari Beberapa Undang-Undang yang didalamnya mengatur tentang pengisian jabatan yang dilakukan melalui pemilihan umum. Beberapa Undang-Undang tersebut yang berhasil ditemukan oleh penulis diantaranya adalah:
1.    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1946 tentang Pembaharuan Komite Nasional Pusat, dalam Undang-Undang ini diatur tentang tata cara pemilihan terhadap 110 dari 200 orang anggota Komite Nasional Pusat.[20]
2.    Undang-Undang Nomor 1946 Nomor 14 tentang Mengadakan Perubahan Dalam STBLD: 1907 No. 212 tentang Pemilihan Kepala Desa.[21]
3.    Undang-Undang Nomor 1949 Nomor 12 tentang mengadakan Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1948 mengenai Susunan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemilihan anggauta-anggautanya.[22]
4.    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat.[23]
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan Pemilihan Umum pertama bagi Indonesia. Beberapa pengaturan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 diantaranya adalah :
1.    Tentang Hak Pilih, hak pilih dalam undang-undang ini diberikan kepada warganegara Indonesia  yang telah genap berusia 18 tahun atau yang telah kawin, termasuk didalamnya adalah Anggota-Anggota Angkatan perang.[24].
2.    Tentang Daerah Pemilihan dan Daerah Pemungutan Suara, undang undang ini membagi daerah pemilihan menjadi 16 (enam belas) daerah pemilihan yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta Raya, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara-Tengah, Sulawesi Tenggara-Selatan, Maluku, Sunda-Kecil Timur, Sunda-KecilBarat, dan Irian Barat.[25]
3.    Tentang Badan-Badan Penyelenggara Pemilihan, dibentuk sebuah badan penyelenggara pemilihan yang  terdiri dari:[26]
a.    Panitia Pemilihan Indonesia untuk tingkat pusat  diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan masa jabatan empat tahun, terdiri dari 5 – 9 orang anggota .
b.    Panitia Pemilihan untuk tiap-tiap daerah Pemilihan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman dengan masa jabatan empat tahun, terdiri dari 5 – 7 orang anggota.
c.    Panitia Pemilihan Kabupaten untuk ditiap Kabupaten diangkat dan diberhentikan atas nama Menteri Dalam negeri oleh Gubernur. Bupati karena jabatannya menjadi anggota merangkap Ketua Panitia Pemilihan Kabupaten masa jabatan ditentukan Menteri Dalam Negeri, terdiri dari 5 – 7 orang anggota.
d.    Panitia Pemungutan Suara untuk di tiap Kecamatan, diangkat dan diberhentikan atas nama Menteri Dalam Negeri oleh Panitia Pemilihan Kabupaten. Camat karena jabatannya menjadi anggota merangkap Ketua Panitia Pemungutan Suara, sekurang kurangnya berjumlah lima orang.
e.    Panitia Pendaftaran Pemilih untuk tiap desa, diangkat dan diberhentikan atas nama Menteri Dalam Negeri oleh Camat. Kepala Desa menjadi ANggota merangkap Ketua Panitia Pendaftaran Pemilih, sekurang kurangnya berjumlah 3 orang.
4.    Tentang Jumlah Penduduk Warganegara Indonesia, Penetapan Jumlah Anggota untuk Seluruh Indonesia untuk Masing Masing Daerah Pemilihan. Penduduk dalam suatu wilayah dapil menentukan jumlah kursi anggota Konstituante dan Anggota DPR. Untuk jumlah kursi Anggota Konstituante di suatu Provinsi dihitung dengan cara jumlah penduduk dibagi 150.000 dengan minimal satu daerah pemilihan mendapatkan 6 kursi. Sedangkan kursi Anggota DPR disuatu Provinsi dihitung dengan cara jumlah penduduk dibagi 300.000 dengan minimal satu daerah pemiliha mendapatkan 3 kursi. [27]
5.    Tentang Pencalonan, syarat dalam mencalonkan diri sebagai Anggota Konstituante atau DPR adalah diusung oleh paling sedikit 200 pemilih, yang kemudian diatur sebagai berikut:[28]
a.    calon perseorangan, dalam mendaftarkan dirinya diusung oleh 200 pemilih.
b.    suatu daftar kumpulan calon/partai politik, dalam mendaftarkan sebagai calon, untuk calon:
                  i.    Nomor urut pertama diusung oleh 200 pemilih;
                ii.    Nomor urut berikutnya disung oleh 25 orang pemilih.   

2.3         Pelaksanaan Pemilihan Umum 1955
Pemilu dimulai pada bulan Mei 1954 dengan melakukan pendaftaran pemilih, pada saat itu tercatat sebanyak 43.104.464[29] warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk memberikan hak suaranya dalam memilih Anggota Konstituante dan Anggota DPR. Pengguna hak pilih sebesar 87.65% atau 37.875.299 suara. Peserta Pemilu terdiri dari 172 peserta yang terdiri dari 80 Partai Politik dan 92 lainnya adalah organisasi massa, dan perorangan. Dalam 16 daerah pemilihan terdiri dari 208 kabupate, 2.139 kecamatan dan 43.429 desa. Pelaksanaan Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap :
a.    Tahap Pertama untuk memilih anggota DPR diselenggarakan 29 September 1955 yang diikuti oleh 29 Partai politik dan individu
b.    Tahap Kedua untuk memilih anggota Konstituante, tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Pemilu dilaksankana secara tertib, disiplin serta tanpa politik uang dan tekanan dari pihak manapun. Oleh karena itu, banyak pakar politik yang menilai bahwa pemilu tahun 1955 sebagai pemilu paling demokratis yang terlaksana di Indonesia sampai saat ini.[30]
            Pelaksanaan pemilu tahap I untuk memilih anggota DPR, dari 29 Peserta Pemilu hanya 28 Peserta Pemilu yang mendapatkan kursi dimana tiga diantaranya adalah perseorangan. Berikut  table hasil Pemilu tahap pertama tahun 1955:
No
Nama Partai
Julmlah Suara
Prosentase
Jumlah Kursi
1.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
8.434.653
22,32
57
2.
Masyumi
7.903.886
20,92
57
3.
Nahdlatul Ulama (NU)
6.955.141
18,41
45
4.
Partai Komunis Indonesia (PKI)
6.179.914
16,36
39
5.
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
1.091.160
2,89
8
6.
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
1.003.326
2,66
8
7.
Partai Katolik
770.740
2,04
6
8.
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
753.191
1,99
5
9.
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
541.306
1,43
4
10.
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
483.014
1,28
4
11.
Partai Rakyat Nasional (PRN)
242.125
0,64
2
12.
Partai Buruh
224.167
0,59
2
13.
Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)
219.985
0,58
2
14.
Partai Rakyat Indonesia (PRI)
206.161
0,55
2
15.
Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
200.419
0,53
2
16.
Murba
199.588
0,53
2
17.
Baperki
178.887
0,47
1
18.
Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro
178.481
0,47
1
19.
Grinda
154.792
0,41
1
20.
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)
149.287
0,40
1
21.
Persatuan Daya (PD)
146.054
0,39
1
22.
PIR Hazairin
114.644
0,30
1
23.
Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 85.
85.131
0,22
1
24.
AKUI
81.454
0,21
1
25.
Persatuan Rakyat Desa (PRD)
77.919
0,21
1
26.
Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)
72.523
0,19
1
27.
Angkatan Comunis Muda (Acoma)
64.514
0,17
1
28
R.Soedjono Prawirisoedarso
53.306
0,14
1
29.
Lain-lain
1.022.433
2,71
1
37.785.299
100,00
257

Sedangkan untuk tahap II jumlah kursi anggota Konstituante sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan, maka kursi yang diperebutkan adalah sebanyak 514 kursi. Berikut hasil pemilihan anggota Konstituante.
No
Nama Partai
Jumlah Suara
Prosentase
Jumlah Kursi
1.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
9.070.218
23,97
119
2.
Masyumi
7.789.619
20,59
112
3.
Nahdlatul Ulama (NU)
6.989.333
18,47
91
4.
Partai Komunis Indonesia (PKI)
6.232.512
16,47
80
5.
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
1.059.922
2,80
16
6.
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
988.810
2,61
16
7.
Partai Katolik
748.591
1,99
10
8.
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
695.932
1,84
10
9.
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
544.803
1,44
8
10.
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
465.359
1,23
7
11.
Partai Rakyat Nasional (PRN)
220.652
0,58
3
12.
Partai Buruh
332.047
0,88
2
13.
Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)
152.892
040
2
14.
Partai Rakyat Indonesia (PRI)
134.011
0,35
2
15.
Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
179.346
0,47
3
16.
Murba
248.633
0,66
4
17.
Baperki
160.456 
0,42
2
18.
Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro
162.420
0,43
2
19.
Grinda
157.976
0,42
2
20.
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia Permai
164.386
0,43
2
21.
Persatuan Daya (PD)
169.222
0,45
3
22.
PIR Hazairin
101.509
0,27
2
23.
Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)
74.913
0,20
1
24.
AKUI
84.862
0,22
1
25.
Persatuan Rakyat Desa (PRD)
39.278
0,10
1
26.
Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)
143.907
0,38
2
27.
Angkatan Comunis Muda (Acoma)
55.844
0,15
1
28.
R.Soedjono Prawirisoedarso
38.356
0,10
1
29.
Gerakan Pilihan Sunda
35.035
0,09
1
30.
Partai Tani Indonesia
30.060
0,08
1
31.
Radja Keprabonan
33.660
0,09
1
32.
Gerakan Banteng Republik Indonesis (GBRI)
39.874
0,11
1
33.
PIR NTB
33.823
1,09
1
34.
L.M.Idrus Effendi
31.988
0,08
1
35.
Lain-lain
426.856
1,13
1
Jumlah
37.837.105 
100,00
514

            Hasil Pemilu 1955 di Indonesia memperlihatkan tidak adanya Partai yang dominan yang menduduki Konstituante dan DPR. Jika kita hubungkan hasil Pemilu ini dengan keluarnya Maklumat X yang dilatar belakangi oleh usulan BP. KNIP agar Indonesia tidak menganut sistem partai tunggal. Maka Maklumat X dengan Undang Undang Nomor 7 tahun 1953 memiliki dasar yang sama dalam pembentukannya yakni menginginkan kekuasaan tidak hanya dimiliki oleh partai tunggal atau partai mayoritas.  Jika kita hubungkan antara tindakan Pemerintah dalam menyiapkan Pemilu 1955 dengan teori klasifikasi hukum oleh Nonet dan Selznick maka apa yang dilakukan oleh Pemerontah adalah masuk dalam klasifikasi responsive. Ciri utama hukum responsif menurut Nonet dan Selznik adalah sebagai berikut:[31]
1.    Dinamika pembangunan hukum meningkatkan otoritas tujuan penalaran hukum.
2.    Tujuan membuat kewajiban hukum lebih problematis, sehingga hukum lebih lunak menuntut untuk taat dan membuka kemungkinan yang tidak terlalu kaku dan lebih merakyat sesuai dengan tatanan masyarakat.
3.    Sebagai hukum peningkatan keterbukaan dan fleksibilitas, advokasi hukum mengambil dimensi politik menghasilkan kekuatan yang membantu untuk mengoreksi dan mengubah lembaga-lembaga hukum, tetapi memiliki potensi untuk merusak integritas kelembagaan.
4.    Dalam sebuah lingkungan tekanan otoritas hukum yang menitikberatkan pada tujuan yang berkelanjutan dan integritas dari tatanan hukum tergantung pada desain lembaga-lembaga hukum yang lebih kompeten.
Mengapa tindakan pemerintah penulis masukan ke dalam hukum responsive, hal ini karena kondisi Pemerintah saat itu sangat kuat dengan dukungan masyarakat yang mayoritas percaya akan kepemimpinan Soekarno dan Mohammad Hatta pada saat itu. Setidaknya ada beberapa tindakan pemerintah yang mengutamakan keinginan dan kepentingan rakyat.
1.    Maklumat X dikeluarkan pada saat Indonesia sedang dalam kondisi menerima serangan agresi dari sekutu ataupun Belanda. Pada saat itu pemerintah dapat menolak atau setidaknya menangguhkan untuk mengeluarkan maklumat tersebut.
2.    Bongkar pasang cabinet, meskipun secara langsung mengganggu kinerja pemerintah. Penggantian cabinet sebanyak 15 kali dalam 10 tahun tetap dilakukan sebagai respon atas kekecewaan masyarakat terhadap kinerja cabinet.
3.    Penunjukan Syafruddin Prawiranegara sebagai “Presiden” Pemerinta Darurat Republik Indonesia menunjukan sikap kemerdekaan rakyat Indonesia diatas segalanya. Pemerintahan dan pelayanan public harus tetap berjalan meskipun Presiden, Wakil Presiden dan Perdana Menteri sebagai pemegang kekuatan eksekutif pada saat itu ditangkap.
4.    Syarat pencalonan yang sangat mudah pada Pemilu 1955, hanya dengan dukungan 200 orang Pemilih, seseorang dapat menjadi peserta Pemilu 1955 terlebih dengan menggunakan fasilitas daftar kumpulan calon. Hanya dengan 25 dukungan pemilih untuk calon nomor urut 2 dapat menjadi calon.






BAB III
KESIMPULAN
Pelaksanaan Pemilu yang pertama kali di Indonesia memang dilaksanakan terlambat, karena terpaut 10 tahun sejak kemerdekaan Indonesia. Namun keterlambatan tersebut bukan merupakan suatu hal yang disengaja oleh Pemerintah “penguasa” pada saat itu. Beberapa peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu 1945-1955 menjadi faktor penyebab dari terlambatnya pelaksanaan Pemilu pertama kali di Indonesia. Usaha penguasa untuk melaksanakan Pemilu dimulai bahkan beberapa bulan sejak pelantikan dirinya sebagai penguasa. Beberapa Undang Undang yang terbit antara tahun-tahun itu memperlihatkan adanya keinginan melaksanakan Pemilu. Maklumat X dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 memperlihatkan betapa Pemerintah menginginkan agar rakyat Indonesia menyampaikan kehendaknya, bersuara dengan ideology politiknya. Dalam pelaksanaannya pun sangat luar biasa, partisipasi yang sangat tinggi dalam Pemilu, dilaksanakan dengan bersih tanpa politik uang merupakan cerminan pelaksanaan demokrasi yang sesungguhnya. 








[1]Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga (terjemahan oleh AsrilMarjohan), (Judul asli; democratization in the late twentieth century, 1989) (Grafiti, Jakarta, 2001), hal 4.
[2]Joseph A. Schumpeter, Capitalism, Socialism, and Democracy, edisi ke-2 (NewYork: Harper, 1947), bab 21 dan hal.269
[3] Jean Baechler, Democracy an Analytical Survey, (USA: Unesco, 1995), hal. 7. Lihat juga dalam Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 1999),  hal. 11.
[4] Rofik Suhud, Oposisi Berserak: Arus Deras Demokratisasi Gelombang Ketiga di Indonesia, (Bandung: Mizan,  1998), hal. 33.
[5] Republik Indonesia, “Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
[6] Rudi Casmana, Asep “Sejarah Pemilihan umum Pertama 1955 di Indonesia  http://www.kompasiana.com/aseprudicasmana/sejarah-pemilihan-umum-pertama-1955-di-indonesia_5529b576f17e61901bd623dc  di akses 20102016
[8] Wikipedia, “Sutan Sjahrir” https://id.wikipedia.org/wiki/Sutan_Syahrir diakses 20102016
[9]Informasiana, “Sejarah Pemeberontakan Pasca Kemerdekaan RI  http://informasiana.com/sejarah-pemberontakan-pasca-kemerdekaan-ri/# diakses 20 Oktoner 2016
[10] Soekarno dan Mohammad Hatta adalah Presiden dan Wakil Presiden pada saat itu, sedangkan Sutan Sjahrir adalah Perdana Menteri. Sebelum ditangkap oleh Belanda, Soekarno dan Mohammad Hatta sempat mengadakan rapat dan memberikan mandate kepada Syafruddin Prawiranegara dan membentuk pemerintahan sementara yang kemudian disebut Pemerintah Darurat Republik Indonesia.
[11] Wikipedia, “Kabinet Pemerinttahan Indoesia” https://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Pemerintahan_Indonesia#Daftar_Kabinet_Indonesia diakses 20 Oktober 2016
[12]Stealth Democrazy, “Kronologi terbentuknya Republik”  http://stealthdemocracy.blogspot.co.id/2013/06/kronologi-terbentuknya-republik.html  dilaksanakan pada 23 Agustus hingga 2 November 1949 di Den Haag, Belanda , dalam Konfrensi ini Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat
[13]Tatok Sugiarto “ Pemilihan Umum Pertama 1955: Bukti Nyata Demokrasi http://sejarahsugie29.blogspot.co.id/2013/05/pemilihan-umum-pertama-1955-bukti-nyata.html diakses 21102016
[14] Pemerintah Jakarta “Maklumat 3 November 1945” http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1767/Maklumat-3-November-1945 diakses 21Oktober 2016
[15]Wikipedia, “Maklumat 3 November 1945”  https://id.wikipedia.org/wiki/Maklumat_3_November_1945, diakses 20Oktober 2016

[16] Loc cit, tatok sugiarto.
[17] Wikipedia, “Kabinet Sjahrir I” https://id.wikipedia.org/wiki/Kabinet_Sjahrir_I Kabinet Sjahrir I adalah cabinet Presidensial dan ememerintah antara tanggal 14 November 1945 – 12 Maret 1946. diakses 20 Oktober 2016
[18] Indonesia, “Konstitusi Republik Indonesia Serikat”
[19] Indonesia, “Undang-Undang Dasar Sementara 1950”
[20]Indonesia, Undang Undang Nomor 12 Tahun 1946 Tentang Pembaharuan Komite Nasional Pusat  Pasal 1 angka 1 huruf a. ditetapkan tanggal 8 Juli 1946 di Yogyakarta
[21] Indonesia, Undang Undang Nomor 14 tentang Mengadakan Perubahan Dalam STBLD.: 1907 No.212 tentang Pemilihan Kepala Desa , Yogjakarta 4 September 1946
[22] Indonesia, Undang Undang Nomor 12 Tahun 1949 tentang Susunan Dewan Perwakilan Rakyat dan anggauta-anggautanya, Yogyakarta 1949.
[23] Indonesia, Undang Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante  dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Jakarta 30 Maret 1953
[24] Ibid, Pasal 1
[25] Ibid, Pasal 15
[26] Ibid, Pasal 17, Pasal 20, 21, 22, 23, 24
[27] Ibid, Pasal 32 dan Pasal 33
[28] Ibid, Pasal 38
[29] Ardiansyah, Rahmad . “Pemilihan Umum 1955” http://www.idsejarah.net/2014/11/pemilihan-umum-1955.html diakses tanggal 21Oktober2016
[30] Ibid,
[31] Philippe Nonet and Philip Selznik, “Law and Society in Transition: Toward Responsive Law”, dalam Satya Arinanto, “Politik Hukum 2”. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001, Hal. 122.

*)Ditulis dalam rangka menyelesaikan tugas Kuliah Politik Hukum Pascasarjana Universitas Indonesia

Komentar

Unknown mengatakan…
Mantap, tulisannya menambah wawasan dan sejara kepemiluan
lesmana mengatakan…
haham tugas kuliah pak mico
Anonim mengatakan…
How to make money from playing casino games - Work
The best casinos offer progressive jackpots and progressive jackpots, with a progressive progressive jackpot percentage, which allows you to win a jackpot งานออนไลน์ of

Postingan populer dari blog ini

KUHP and KUHAP English Version

Ketika sedang mengerjakan pekerjaan di Kantor yang tersangkut paut dengan KUHP, mencari di mbah google, eh ketemu ini di blognya choco bear (http://cc-bear.blogspot.com)... ikutan repost ya.... KUHAP English defensewiki.ibj.org/images/6/62/Indonesia_Law_of_Criminal_Procedure.pdf KUHP English defensewiki.ibj.org/images/b/b0/Indonesia_Penal_Code.pdf

Pemutakhiran Daftar Pemilih dalam Pemilu Legislatif

Pemutakhiran Data Pemilih dalam Pemilu Legislatif oleh: Lesmana [1] A.      Pendahuluan Pemilihan Umum yang disebut sebut sebagai pesta demokrasi adalah sarana rakyat untuk ikut serta dalam menentukan  perjalanan Negara Republik Indonesia. Karena dengan Pemilu, rakyat dapat memilih wakilnya sebagai orang yang akan menyuarakan kepentingannya di dalam Lembaga Legislatif sebagai lembaga Perwakilan. Namun demikian terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh WNI untuk dapat menggunakan hak pilihnya yakni : [2] 1.       Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. 2.       Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar oleh Penyelenggara Pemilu dalam Daftar Pemilih. Daftar Pemilihan yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah Pemutakhiran Daftar  Pemilih dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat D

Contoh surat dakwaan

KEJAKSAAN NEGERI SEMARANG P-29 JL. ABDUL RAHMAN SALEH No.5-9 JAWA TENGAH SURAT DAKWAAN ----------------------------------------------------------------------- No. Reg. Perk : PDN-008/SMG/EP.6/12/2004 IDENTITAS TERDAKWA Nama : Budiman Nur Cahyo bin Sulaiman Tempat Lahir : Jakarta Umur/tgl. Lahir : 43 tahun/7 Oktober 1961 Jenis Kelamin : Laki-laki Kebangsaan : Indonesia Tempat Tinggal : Jl. Soedirman No.24 Semarang, Jawa Tengah Agama : Islam Pekerjaan: : Pedagang Pendidikan : SMP PENAHANAN: - Terdakwa ditahan oleh Penyidik sejak tanggal 26 Agustus 2004 s/d tanggal 6 September 2004; - Ditahan oleh Jaksa Penuntut Umum sejak tanggal 7 September 2004 s/d tanggal 17 September 2004; - Ditahan oleh Ketua Pengadilan Negeri Semarang sejak tanggal 18 September 2004 s/d sekarang. DAKWAAN KESATU : PRIMAIR - Bahwa ia Terdakwa Budiman Nur Cahyo bin Sulaiman, pada hari Minggu tanggal 24 Agustus 2004 atau setidak-tidaknya pada hari lain di bulan Agustus 2004, sekitar pukul 23.30 W